Senin, 23 Januari 2017

perpetaan

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sudah barang tentu mempunyai banyak ragam potensi sumberdaya alam baik di daratan maupun di lautnya. Namun sampai kini data dan informasi mengenai sumberdaya alam tersebut terutama yang terdapat di lautan masih sangat kurang, demikian pula potensi sungai-sungai besar yang terkait langsung antara tiga sistem yaitu daratan, lautan dan atmosfer atau iklim.
               Geologi adalah salah satu dari ilmu kebunuan yang terlibat  dalam masalah-masalah kerak bumi, susunan dan sejarahnya.  Sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan alam, maka geologi pun tidak lepas dari ilmu pengetahuan alam lainnya seperti : kimia (berhubungan dengan studi material bumi), fisika (berhubungan dengan studi struktur dan geodinamik), biologi (ber-
hubungan dengan studi fosil) dan matematika.
Kondisi geologi permukaan bisa didapat melalui pemetaan geologi. Peta geologi yang dapat menampilkan informasi suatu daerah secara urnum (atau yang biasa diperlukan bagi ke-empat bidang di atas) biasa digabungkan dengan satu set penampilan informasi lainnya hasil dari pekerjaan dalam pemetaan geologi yaitu :
a.       Peta geologi detail (berdasarkan kajian dari data dasar yaltu peta kerangka geologi dan peta pola jurus & kenuringan batuan)
b.      Lintasan kunci (kajian didapat dari lintasan terukur) 
c.       Kolom stratigrafi (kajian didapat dari lintasan terukur)
d.      Peta geomorfologi (termasuk informasi morfometri, morfologi dan morfogenetik, serta litologinya)
e.       Peta geologi lingkungan (kajian potensi/kendala wilayah)
               Peta geologi merupakan informasi penting lika akan bekerja di bidang sumberdaya mineral, sumberdaya energi, sumberdaya  kewilayahan atau mitigasi kebencanaan geologi. Para pemeta diharapkan dapat mengungkapkan kondisi geologi suatu daerah serta dapat merekomendasikan suatu pengembangan wilayah berdasarkan potensi dan kendala wilayah dari kondisi geologi tersebut, yang akan bermanfaat bagi bidang SDM (sumber daya mineral), SDE (sumber daya energi), SDK (sumber daya kewilayahan) atau mitigasi kebencanaan. Oleh karena itu laporan ini sangat perlu untuk dibuat.
I.2 Maksud Praktikum
Adapun maksud daripada praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengamati memahami dan menguasai penggunaan alat theodolit dilapangan, serta pengolahan data dengan rumus – rumus yang telah tersedia.
I.3 Tujuan Praktikum
Tujuan daripada praktikum ini adalah agar praktikan dapat :
1.      Mengetahui cara penggunaan atau pengoperasian alat baik secara teori maupun praktikum.
2.      Menentukan jenis atau nama – nama bagian daripada Alat Ukur theodolite beserta kegunaannya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Garis Kontur
            Garis kontur adalah garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik dengan ketinggian yang sama atau garis kontur adalah garis kontinyu diatas peta yang memperlihatkan titik-titik diatas peta dengan ketinggian yang sama. Nama lain garis kontur adalah garis tranches, garis tinggi dan garis tinggi horizontal. Garis kontur + 25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama + 25 m terhadap tinggi tertentu. Garis kontur disajikan di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah. Aplikasi lebih lanjut dari garis kontur adalah untuk memberikan informasi slope (kemiringan tanah rata-rata), irisan profil memanjang atau melintang permukaan tanah terhadap jalur proyek (bangunan) dan perhitungan galian serta timbunan (cut and fill) permukaan tanah asli terhadap ketinggian vertikal garis atau bangunan. Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta. Karena peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka untuk garis kontur ini juga akan mengalami pengecilan sesuai skala peta.
Gambar 2.1. Pembentukan Garis Kontur dengan Membuat Proyeksi Tegak Garis Perpotongan Bidang Mendatar
Garis-garis kontur merupakan cara yang banyak dilakukan untuk melukiskan bentuk permukaan tanah dan ketinggian pada peta, karena memberikan ketelitian yang lebih baik. Cara lain untuk melukiskan bentuk permukaan tanah yaitu dengan cara hachures dan shading. Bentuk garis kontur dalam 3 dimensi.
Gambar 2.2. Penggambaran Kontur

Penggambaran kontur Garis kontur memiliki sifat sebagai berikut :
a.       Berbentuk kurva tertutup.
b.      Tidak bercabang.
c.       Tidak berpotongan.
d.      Menjorok ke arah hulu jika melewati sungai.
e.       Menjorok ke arah jalan menurun jika melewati permukaan jalan.
f.       Tidak tergambar jika melewati bangunan.
g.      Garis kontur yang rapat menunjukan keadaan permukaan tanah yang terjal.
h.      Garis kontur yang jarang menunjukan keadaan permukaan yang landai.
i.        Penyajian interval garis kontur tergantung pada skala peta yang disajikan, jika datar maka interval garis kontur tergantung pada skala peta yang disajikan, jika datar maka interval garis kontur adalah 1/1000 dikalikan dengan nilai skala peta , jika berbukit maka interval garis kontur adalah 1/500 dikalikan dengan nilai skala peta dan jika bergunung maka interval garis kontur adalah 1/200 dikalikan dengan nilai skala peta.
j.        Penyajian indeks garis kontur pada daerah datar adalah setiap selisih 3 garis kontur, pada daerah berbukit setiap selisih 4 garis kontur sedangkan pada daerah bergunung setiap selisih 5 garis kontur.
k.      Satu garis kontur mewakili satu ketinggian tertentu.
l.        Garis kontur berharga lebih rendah mengelilingi garis kontur yang lebih tinggi.
m.    Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "U" menandakan punggungan gunung.
n.      Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "V" menandakan suatu lembah/jurang.
Gambar 2.3. Kerapatan Garis Kontur pada Daerah Curam dan Daerah Landai
Gambar 2.4. Garis Kontur pada Bukit dan Cekungan

Penentuan dan pengukuran titik detail untuk pembuatan garis kontur,yaitu :
Ø Semakin rapat titik detil yang diamati, maka semakin teliti informasi yang tersajikan dalam peta.
Ø Dalam batas ketelitian teknis tertentu, kerapatan titik detil ditentukan oleh skala peta dan ketelitian (interval) kontur yang diinginkan.
Ø Pengukuran titik-titik detail untuk penarikan garis kontur suatu peta dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Gambar 2.5. Garis Kontur dan Titik Ketinggian


a.       Pengukuran tidak langsung
Titik-titik detail yang tidak harus sama tinggi, dipilih mengikuti pola tertentu yaitu: pola kotak-kotak (spot level) dan profil (grid) dan pola radial. Dengan pola-pola tersebut garis kontur dapat dibuat dengan cara interpolasi dan pengukuran titik-titik detailnya dapat dilakukan dengan cara tachymetry pada semua medan dan dapat pula menggunakan sipat datar memanjang ataupun sipat datar profil pada daerah yang relatif datar. Pola radial digunakan untuk pemetaan topografi pada daerah yang luas dan permukaan tanahnya tidak beraturan.
Gambar 2.6. Pengukuran Kontur Pola Spot Level dan Pola Grid
Gambar 2.7. Pengukuran Kontur Pola Radial
b.      Pengukuran langsung
Titik detail dicari yang mempunyai ketinggian yang sama dan ditentukan posisinya dalam peta dan diukur pada ketinggian tertentu. cara pengukurannya bisa menggunakan cara tachymetry, atau kombinasi antara sipat datar memanjang dan pengukuran polygon. Cara pengukuran langsung lebih sulit dibanding dengan cara tidak langsung, namun ada jenis kebutuhan tertentu yang harus menggunakan cara pengukuran kontur cara langsung, misalnya pengukuran dan pemasanngan tanda batas daerah genangan.


II.2. Interpolasi garis kontur
Penarikan garis kontur diperoleh dengan cara perhitungan interpolasi, pada pengukuran garis kontur cara langsung, garis-garis kontur merupakan garis penghubung titik-titik yang diamati dengan ketinggian yang sama, sedangkan pada pengukuran garis kontur cara tidak langsung umumnya titik-titik detail itu pada titik sembarang tidak sama. Bila titik-titik detail yang diperoleh belum mewujudkan titik-titik dengan ketinggian yang sama, posisi titik dengan ketinggian tertentu dicari, berada diantara 2 titik tinggi tersebut dan diperoleh dengan prinsip perhitungan 2 buah segitiga sebangun. Data yang harus dimiliki untuk melakukan interpolasi garis kontur adalah jarak antara 2 titik tinggi di atas peta, tinggi definitif kedua titik tinggi dan titik garis kontur yang akan ditarik. Hasil perhitungan interpolasi ini adalah posisi titik garis kontur yang melewati garis hubung antara 2 titik tinggi. Posisi ini berupa jarak garis kontur terhadap posisi titik pertama atau kedua. Titik hasil interpolasi tersebut kemudian kita hubungkan untuk membentuk garis kontur yang kita inginkan. maka perlu dilakukan interpolasi linear untuk mendapatkan titiktitik yang sama tinggi. Interpolasi linear bisa dilakukan dengan cara : taksiran, hitungan dan grafis.
a.       Cara Taksiran (Visual)
Titik-titik dengan ketinggian yang sama secara visual diinterpolasi dan diinterpretasikan langsung diantara titik-titik yang diketahui ketinggiannya.
b.      Cara Hitungan (Numeris)
Cara ini pada dasarnya juga menggunakan dua titik yang diketahui posisi dan ketinggiannya, hitungan interpolasinya dikerjakan secara numeris (eksak) menggunakan perbandingan linear.
c.       Cara Grafis
Cara grafis dilakukan dengan bantuan garis-garis sejajar yang dibuat pada kertas transparan (kalkir atau kodatrace). Garis-garis sejajar dibuat dengan interval yang sama disesuaikan dengan tinggi garis kontur yang akan dicari.

Tabel 2.1. Tabel Interval Kontur

II.3 Theodolith
II.3.1.Definisi Theodolith
Theodolite atau theodolit adalah instrument / alat yang dirancang untuk menentukan tinggi tanah pengukuran sudut yaitu sudut mendatar yang dinamakan dengan sudut horizontal dan sudut tegak yang dinamakan dengan sudut vertical. Dimana sudut – sudut tersebut berperan dalam penentuan jarak mendatar dan jarak tegak diantara dua buah titik lapangan. Teodolit merupakan salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan sudut mendatar dan sudut tegak. Sudut yang dibaca bisa sampai pada satuan sekon ( detik ).Dalam pekerjaan – pekerjaan ukur tanah, teodolit sering digunakan dalam pengukuran polygon, pemetaan situasi maupun pengamatan matahari. Teodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti PPD bila sudut vertikalnya dibuat 90°. Dengan adanya teropong yang terdapat pada teodolit, maka teodolit bisa dibidikkan ke segala arah. Untuk pekerjaan-pekerjaan bangunan gedung, teodolit sering digunakan untuk menentukan sudut siku-siku pada perencanaan / pekerjaan pondasi, juga dapat digunakan untuk mengukur ketinggian suatu bangunan bertingkat.
Theodolite merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputar-putar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi. Teleskop pada theodolite dilengkapi dengan garis vertikal, stadia tengah, stadia atas dan bawah, sehingga efektif untuk digunakan dalam tacheometri, sehingga jarak dan tinggi relatif dapat dihitung. Dengan pengukuran sudut yang demikian bagus, maka ketepatan pengukuran yang diperoleh dapat mencapai 1 cm dalam 10 km. Pada saat ini alat seperti alat theodolit sudah diperbaiki dengan menambahkan suatu komponen elektronik. Komponen ini akan menembakkan beam ke objek yang direfleksikan kembali ke mesin melalui cermin. Dengan menggunakan komponen alat survey seperti alat theodolit tersebut pengukuran jarak dan tinggi relatif hanya berlangsung beberapa detik saja. Bila komponen tersebut ditempatkan pada bagian atas alat theodolite, maka disebut electronic distance measurers (edm), namun bila merupakan satu unit tersendiri maka disebut automatic level atau theodolite total station.

            II.3.2. Konstruksi Theodolith
Konstruksi instrument theodolite ini secara mendasar dibagimenjadi 3 bagian, lihat gambar di bawah ini :
Gambar 2.8. Konstruksi Theodolith

Keterangan :
  1. Bagian Bawah, terdiri dari pelat dasar dengan tiga sekrup penyetel yang menyanggah suatu tabung sumbu dan pelat mendatar berbentuk lingkaran. Pada tepi lingkaran ini dibuat pengunci limbus.
  2. Bagian Tengah, terdiri dari suatu sumbu yang dimasukkan ke dalam tabung dan diletakkan pada bagian bawah. Sumbu ini adalah sumbu tegak lurus kesatu. Diatas sumbu kesatu diletakkan lagi suatu plat yang berbentuk lingkaran yang berbentuk lingkaran yang mempunyai jari – jari plat pada bagian bawah. Pada dua tempat di tepi lingkaran dibuat alat pembaca nonius. Di atas plat nonius ini ditempatkan 2 kaki yang menjadi penyanggah sumbu mendatar atau sumbu kedua dan sutu nivo tabung diletakkan untuk membuat sumbu kesatu tegak lurus. Lingkaran dibuat dari kaca dengan garis – garis pembagian skala dan angka digoreskan di permukaannya. Garis – garis tersebut sangat tipis dan lebih jelas tajam bila dibandingkan hasil goresan pada logam. Lingkaran dibagi dalam derajat sexagesimal yaitu suatu lingkaran penuh dibagi dalam 360° atau dalam grades senticimal yaitu satu lingkaran penuh dibagi dalam 400 g.
  3. Bagian Atas, terdiri dari sumbu kedua yang diletakkan diatas kaki penyanggah sumbu kedua. Pada sumbu kedua diletakkan suatu teropong yang mempunyai diafragma dan dengan demikian mempunyai garis bidik. Pada sumbu ini pula diletakkan plat yang berbentuk lingkaran tegak sama seperti plat lingkaran mendatar.
Gambar 2.9. Sistem Sumbu/ Poros pada Theodolith
Syarat – syarat utama yang harus dipenuhi alat theodolite sehingga siap dipergunakan untuk pengukuran yang benar adalah sbb :
1.      Sumbu ke I harus tegak lurus dengan sumbu II / vertical ( dengan menyetel nivo tabung dan nivo kotaknya).
2.      Sumbu II harus tegak lurus Sumbu I
3.      Garis bidik harus tegak lurus dengan sumbu II (Sumbu II harus mendatar).
4.      Tidak adanya salah indeks pada lingkaran kesatu (kesalahan indek vertical sama dengan nol.)
5.      Apabila ada nivo teropong, garis bidik harus sejajar dengan nivo teropong
6.      Garis jurusan nivo skala tegak, harus sejajar dengan garis indeks skala tegak
7.      Garis jurusan nivo skala mendatar, harus tegak lurus dengan sumbu II ( Garis bidik tegak lurus sumbu kedua / mendatar).
Syarat pertama harus dipenuhi setiap kali berdiri alat (bersifat dinamis), sedangkan untuk syarat kedua sampai dengan syarat kelima bersifat statis dan pada alat-alat baru dapat dihilangkan dengan merata-rata bacaan biasa dan luar biasa.
II.3.3. Macam-Macam Theodolith
Dari konstruksi dan cara pengukuran, dikenal 3 macam theodolite :
1.      Theodolite Reiterasi
Pada theodolite reiterasi, plat lingkaran skala (horizontal) menjadi satu dengan plat lingkaran nonius dan tabung sumbu pada kiap. Sehingga lingkaran mendatar bersifat tetap. Pada jenis ini terdapat sekrup pengunci plat nonius.
Gambar 2. 10. Konstruksi Theodolith Reiterasi
2.      Theodolite Repetisi
Pada theodolite repetisi, plat lingkarn skala mendatar ditempatkan sedemikian rupa, sehingga plat ini dapat berputar sendiri dengan tabung poros sebagai sumbu putar. Pada jenis ini terdapat sekrup pengunci lingkaran mendatar dan sekrup nonius.
Gambar 2.11. Konstruksi Theodolith Repetisi

3.      Theodolith Elektro Optis
Dari konstruksi mekanis sistem susunan lingkaran sudutnya antara theodolite optis dengan theodolite elektro optis sama. Akan tetapi mikroskop pada pembacaan skala lingkaran tidak menggunakan system lensa dan prisma lagi, melainkan menggunkan system sensor. Sensor ini bekerja sebagai elektro optis model (alat penerima gelombang elektromagnetis). Hasil pertama system analogdan kemudian harus ditransfer ke system angka digital. Proses penghitungan secara otomatis akan ditampilkan pada layer (LCD) dalam angka decimal.
Gambar 2.11. Theodolith Elektro Optis

II.3.4. Langkah-Langkah Pengoperasian Theodolith
            Langkah-Langkah dalam pengoperasian Theodolith, yaitu Penyiapan Alat Theodolite, Cara kerja penyiapan alat theodolith antara lain :
1.      Kendurkan sekrup pengunci perpanjangan
2.      Tinggikan setinggi dada
3.      Kencangkan sekrup pengunci perpanjangan
4.      Buat kaki statif berbentuk segitiga sama sisi
5.      Kuatkan (injak) pedal kaki statif
6.      Atur kembali ketinggian statif sehingga tribar plat mendatar
7.      Letakkan theodolite di tribar plat
8.      Kencangkan sekrup pengunci centering ke theodolite
9.      Atur (levelkan) nivo kotak sehingga sumbu kesatu benar-benar tegak / vertical dengan menggerakkan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur tersebut.
10.  Atur (levelkan) nivo tabung sehingga sumbu kedua benar-benar mendatar dengan menggerakkan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur tersebut.
11.  Posisikan theodolite dengan mengendurkan sekrup pengunci centering kemudian geser kekiri atau kekanan sehingga tepat pada tengah-tengah titi ikat (BM), dilihat dari centering optic.
12.  Lakukan pengujian kedudukan garis bidik dengan bantuan tanda T pada dinding.
13.  Periksa kembali ketepatan nilai index pada system skala lingkaran dengan melakukan pembacaan sudut biasa dan sudut luar biasa untuk mengetahui nilai kesalaha index tersebut.

BAB III
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
·         Theodolite manual                                                              = (1)
·         Bak ukur                                                                             = (3)
·         Meteran 50 meter                                                               = (2)
·         Patok                                                                                  = (40)
·         GPS                                                                                    = (1)
·         Kompas bidik                                                                     = (1)
·         Lembar tabel pengukuran                                                   = (5)
·         ATK (inc. Spidol permanen)                                              = (1 set)
·         Senter                                                                                 = (1)
·         Kamera                                                                               = (1)
·         Payung                                                                               = (2)
B. Cara Kerja (Pengukuran di Lapangan)
1.      Menyediakan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.      Mendirikan tripot.
3.      Memasang theodolite pada tripot.
4.      Menembak titik pos ke bawah untuk mengetahui tripot telah sejajar dengan titik pos.
5.      Mengatur nivo alat dengan memutar 3 sekrup pengatur untuk mendatarkan alat.
6.      Mencari arah utara dengan kompas.
7.      Mengutarakan theodolite dengan memutar sekrup untuk membuat garis utaranya berhimpit.
8.      Membuka sekrup k2 untuk menyamakan utara theodolite dengan utara kompas.
9.      Membuat bancmark.
10.  Melepas sekrup k1, lalu cari titik pos atau detail.
11.  Mengukur benang atas, tengah dan bawah dengan cara menembak bak ukur.
12.  Membaca arah horizontal dengan cara membuat garis pembacaan horizontal berhimpit dengan garis acuan, lalu baca derajat, menit dan detik.
13.  Melakukan cara yang sama untuk pembacaan vertikal.
14.  Melakukan pengukuran untuk detail pos.
15.  Menembak 1 detail di BM, setelah itu tembak S1.
16.  Dari S1 menembak kembali ke BM.
17.  Selain itu, dari S1 juga menembak detail (minimal 4 detail).
18.  Menembak pos selanjutnya (S1 ke S2).
19.  Pada pos selanjutnya dilakukan penembakan ke belakang.
20.  Menggambar sketsa kasar pada setiap pengukuran.
21.  Melakukan pengolahan data di Microsoft Excel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
X0 = 13301640,05
Y0 = 573586,6078
Z0  =  15

1. untuk BM ke DBM
Tinggi alat : 1,41 cm
·         V (Vertikal)
V = Derajat + Menit/60 + Detik/3600
           V = 300 + 34/60 + 20/3600 = 300,5722222
·         Menghitung jarak optis (d)
d = (BA – BB) x 100 x Sin2 V
d = (2,45 – 2,15) x 100 x sin (300,5722222)2
d = 0,30 x 100 x 0,741301569
           d = 22,23904708
·         Penentuan posisi horizontal
a)      α = Sudut horizontal
               α = Derajat + Menit/60+ Detik/3600
               α = 87 + 20/60 + 0/3600 = 87,33333333
b)      Menghitung koordinat X
      = 22,23904708 sin (87,33333333)
                                   = 22,21496466
                        X = X0 + ΔX
                           = 13301640,05 + 22,21496466
                           = 13301662,27
            c. Menghitung koordinat Y
            ΔY = d cos (α)
                     = 22,23904708 cos (87,33333333)
                  = 1,034678608
            Y = Y0 + ΔY
                = 573586,6078 + 1,034678608
·         Beda Tinggi
ΔZ = dm.cos z + ta – tt
ΔZ = [(BA – BB) x 100 x sinz]cos z + ta – tt
ΔZ = [(BA – BB) x 100 x sinz]cos z + ta – tt
ΔZ  = ½ (BA – BB) x 100 sin 2z + i– BT

            ΔZ = (2,45-2,15) x 100 sin 2(300,5722222) + 1,41- 2.3
            ΔZ = -14.0275872
               Z = Z0 + ΔZ
                   = 15 + -14,0275872
                   = 0,972412801

2. dari BM ke S1
Tinggi alat : 1,41 cm
·         V (Vertikal)
V = 90 + 2/60 + 60/3600
    = 90,05
·         Menghitung jarak optis (d)
d = (BA – BB) x 100 x Sin2 V
d = (2 – 1) x 100 sin (90,05)2
d = 99,99992385
·         Penentuan posisi horizontal
a.       α = Sudut horizontal
α = 60 + 2/60 + 40/3600
α =  60.04444444
b.      Menghitung koordinat X
ΔX = d sin (α)
ΔX = 99,99992385 sin (60,04444444)
      = 86.64123343
X = X0 + ΔX
    = 13301640,05 + 86,64123343
    = 13301726.69
c.       Menghitung koordinat Y
ΔY = d cos (α)
ΔY = 99,99992385 cos (60,04444444)
      = 49.93276918
Y = Y0 + ΔY
    = 573586,6078 + 49.93276918
    = 573636.5406
·         Beda Tinggi
ΔZ  = ½ (BA – BB) x 100 sin 2z + i– BT

ΔZ = (2 - 1) x 100 sin 2(90,05) + 1,41- 1,5
ΔZ = -1.587266418
Z = Z0 + ΔZ
    = 15 + -1,587266418
                 = 13,41273358
3.  dari S1 ke BM
Tinggi alat : 1,4 cm
·         V (Vertikal)
V = 89 + 2/60 + 40/3600
    = 89,96111111
·         Menghitung jarak optis (d)
d = (BA – BB) x 100 x Sin2 V
d = (2,08 – 0,92) x 100 sin (89,96111111)2
d = 115,9999466
·         Penentuan posisi horizontal
α = Sudut horizontal
α = 245 + 14/60 + 0/3600
α =  245,2333333

Menghitung koordinat X
ΔX = d sin (α)
ΔX = 115,9999466 sin (245,23333333)
      = -105.3304283
X = X0 + ΔX
 = 13301640,05 + 105.3304283
 = 13301640,05

Menghitung koordinat Y
ΔY = d cos (α)
ΔY = 115,9999466 cos (245,23333333)
      = -48.59514862

Y = Y0 + ΔY
    = 573586,6078 + -48.59514862
    = 573586,6078
·         Beda Tinggi
ΔZ  = ½ (BA – BB) x 100 sin 2z + i– BT

ΔZ = (2,08 – 0,92) x 100 sin 2(89,96111111) + 1,4- 1,5
ΔZ = -0,021266282
Z = Z0 + ΔZ
    = 15 + -0,021266282
                   = 14,97873372
4. Dari S1 ke D1
Tinggi alat : 1,4
·         V (Vertikal)
V = 91 + 30/60 + 20/3600
    = 91,50555556
·         Menghitung jarak optis (d)
d = (BA – BB) x 100 x Sin2 V
d = (1,62 – 0,98) x 100 sin (91,50555556)2
d = 63,95581973
·         Penentuan posisi horizontal
α = Sudut horizontal
α = 203 + 49/60 + 40/3600
α =  203,8277778
Menghitung koordinat X
ΔX = d sin (α)
ΔX = 63,95581973 sin (203,8277778)
      = -25,83743703
X = X0 + ΔX
    = 13301640,05 + -25,83743703
    = 13301700,86
Menghitung koordinat Y
ΔY = d cos (α)
ΔY = 63,95581973 cos (203,8277778)
      = -58,50447611
Y = Y0 + ΔY
    = 573586,6078 + -58,50447611
    = 573578,0361
·         Beda Tinggi
ΔZ  = ½ (BA – BB) x 100 sin 2z + i– BT

ΔZ = (1,62 – 1,3) x 100 sin 2(91,50555556) + 1,4- 1,3
ΔZ = -2,980947679
Z = Z0 + ΔZ
    = 15 + -2,980947679
                   = 12,01905232
5. dari S1 ke D2
Tinggi alat : 1,4 m
·         V (Vertikal)
V = 87 + 56/60 + 20/3600
    = 87,93888889
·         Menghitung jarak optis (d)
d = (BA – BB) x 100 x Sin2 V
d = (2 – 1,4) x 100 sin (87,93888889)2
d = 59,92238933
·         Penentuan posisi horizontal
α = Sudut horizontal
α = 321 + 56/60 + 20/3600
α =  321,93888889

Menghitung koordinat X
ΔX = d sin (α)
ΔX = 59,92238933 sin (321,93888889)
      = -36,94224946
X = X0 + ΔX
    = 13301640,05 + -36,94224946
    = 13301689,75
d.      Menghitung koordinat Y
ΔY = d cos (α)
ΔY = 59,92238933 cos (321,93888889)
      = 47,18011178
Y = Y0 + ΔY
    = 573586,6078 + 47,18011178
    = 573683,7207
·         Beda Tinggi
ΔZ  = ½ (BA – BB) x 100 sin 2z + i– BT

ΔZ = (2 – 1,4) x 100 sin 2(87,93888889) + 1,4- 1,7
ΔZ = 0,456528919
Z = Z0 + ΔZ
    = 15 + = 0,456528919
                   = 15,45652892
6.  dari S1 ke D3
Tinggi alat : 1,4 m
·         V (Vertikal)
V = 91 + 26/60 + 20/3600
    = 91,43888889
·         Menghitung jarak optis (d)
d = (BA – BB) x 100 x Sin2 V
d = (1,25 – 0,75) x 100 sin (91,43888889)2
d = 49,96847261
·         Penentuan posisi horizontal
α = Sudut horizontal
α = 159 + 6/60 + 0/3600
α =  159,1
Menghitung koordinat X
ΔX = d sin (α)
ΔX = 49,96847261 sin (159,1)
      = 17,82565295
X = X0 + ΔX
    = 13301640,05 + 17,82565295
    = 13301744,52
e.       Menghitung koordinat Y
ΔY = d cos (α)
ΔY = 49,96847261 cos (159,1)
      = -46,68077069
Y = Y0 + ΔY
    = 573586,6078 + -46,68077069
    = 573589,8598
·         Beda Tinggi
ΔZ  = ½ (BA – BB) x 100 sin 2z + i– BT

ΔZ = (1,25 – 0,75) x 100 sin 2(91,43888889) + 1,4 - 1
ΔZ = -2,255139551
Z = Z0 + ΔZ
    = 15 + -2,255139551
                   = 12,74486045

7.  dari S1 ke S2
Tinggi alat : 1,4 m
·         V (Vertikal)
V = 90 + 10/60 + 40/3600
    = 90,17777778
·         Menghitung jarak optis (d)
d = (BA – BB) x 100 x Sin2 V
d = (1,77 – 0,69) x 100 sin (90,17777778)2
d = 107,9989602
·         Penentuan posisi horizontal
α = Sudut horizontal
α = 78 + 44/60 + 20/3600
α =  78,73888889
Menghitung koordinat X
ΔX = d sin (α)
ΔX = 107,9989602 sin (78,73888889)
      = 105,9197026
X = X0 + ΔX
    = 13301640,05 + 105,9197026
    = 13301832,61
f.       Menghitung koordinat Y
ΔY = d cos (α)
ΔY = 107,9989602 cos (78,73888889)
      = 21,09009286
Y = Y0 + ΔY
    = 573586,6078 + 21,09009286
    = 573657,6307
·         Beda Tinggi
ΔZ  = ½ (BA – BB) x 100 sin 2z + i– BT

ΔZ = (1,77 – 0,69) x 100 sin 2(90,17777778) + 1,4 - 1,23
ΔZ = -1,565101066
Z = Z0 + ΔZ
    = 15 + -1,565101066
                   = 13,43489893
Lakukan pengolahan data seperti tersebut diatas sampai pada S19

IV.1.2. hasil nilai Plot X,Y,Z









IV.1.3. Hasil Plot Surfer





IV.2 Pembahasan
Dalam praktikum lapangan perpepataan kita memperoleh data nilai koordinat, jarak ke stasiun dan ke detail, tinggi alat, nilai benang atas ,benang bawah ,benang tengah, nilai horizontal dan nilai vertikal. Kemudian nilai tersebut diolah untuk mendapatkan nilai X, Y, Z. Dari hasil pengolahan tersebut diperoleh nilai X dengan interval dari 13301640-13302150, nilai Y dengan interval 573466-574268, dan nilai Z (elevasi) memiliki interval dari 0,97 m-19,69 m















BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1.      Pengukuran jarak pada polygon tertutup ditandai dengan bertemunya titik penembakan terakhir dengan titik penembakan pertama. Angka koreksi tiap-tiap sudut menunjukkan akurat atau tidaknya suatu pemetaan wilayah.
2.      Data koordinat yang telah diolah ke dalam program Autodesk Land Desktop akan membentuk sebuah peta kontur dan dilengkapi dengan elevasi.
V.2 Saran
       1.  Mengupayakan ketelitian dalam pembacaan alat, pengutaraan dan kalibrasi.
       2.  Mengusahakan pemilihan waktu pelaksanaan, keadaan cuaca yang cerah.
       3.  Pemilihan lokasi patok dengan tanah yang mendukung.









DAFTAR PUSTAKA

Bayu Wardana.www.academia.edu/4778272/Theodolite (diakses pada tanggal 16 Desember 2014 pada pukul 17.45 WITA)
Hendrik. 2012. Cara Menggunakan Theodolith. http://hendrikotsp.blogspot.com/2012/12/cara-menggunakanmengoperasikan.html. (diakses pada tanggal 16 Desember 2014 pada pukul 17.34 WITA).
Kraak, M.J. & Omerling, F.J. (1996). Cartography – Visualization of spasial data. London.
Yuwono (2000). Kartograi Dasar. Program Studi Teknik Geodesi FTSP-ITS Surabaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar