TUGAS STATIGRAFI
DATA
LOG BOR
DISUSUN OLEH:
HENA SURI INTAN PERTIWI
H22113007
PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
u Pendahuluan
Proses sedimentasi
yang membentuk stratigrafi
dapat dianalisis melalui data log.
Analisis stratigrafi
berdasarkan data log
merupakan kunci untuk
eksplorasi dan eksplotasi
sumberdaya geologi terutama
airtanah dan petroleum.
Airtanah
dan petroleum, merupakan sumberdaya geologi yang keberadaannya berkaitan erat
dengan stratigrafi dan proses sedimentasi (Bjørlykke,2010; Fetter, 2001; Hiscock, 2005). Eksplorasi dan
eksploitasi sumberdaya geologi tersebut
memerlukan analisis stratigrafi agar diperoleh hasil optimum. Analisis stratigrafi secara umum dilakukan dengan menggunakan
data log di hampir sebagian besar
basin di seluruh dunia (Campion, 2011). Interpretasi data log menjadi metode utama dalam mengembangkan kerangka
kerja stratigrafi yang digunakan untuk pemetaan dan prediksi reservoar
(Campion, 2011).
u Logging dan Data Log
•
Pengertian
Logging dan Data Log
Logging atau downhole merupakan
penentuan sifat fisika pada material yang ada pada sekeliling lubang bor
(Sheriff, 2002). Lubang bor disebut juga sebagai borehole atau lebih
umum disebut sebagai sumur (well). Data yang diperoleh dari hasil logging
pada sumur disebut sebagai data log atau well log (Sheriff, 2002).
Data log merupakan
kurva yang diperoleh
dari pengukuran lubang
bor
(logging) yang menggambarkan variasi
sifat batuan (Boggs,
2006) yang bisa
digunakan untuk
interpretasi geologi (Catuneanu,
2006), misalnya resistivitas,
transmisivitas gelombang
sonic, serta emisi
material radioaktif pada
batuan.
Variasi dari sifat batuan
tersebut menunjukkan perubahan
litologi, mineralogi,
kandungan fluida,
porositas (Boggs, 2006),
dan korelasi stratigrafi
(Catuneanu,
2006).
Logging dalam pelaksanaannya terdapat dua jenis,
yaitu :
- Wireline Log merupakan perekaman dengan menggunakan kabel setelah pengeboran dilaksanakan dan pipa pengeboran telah di angkat. dan Logging While Drilling.
2.
Logging-While-Drilling
(LWD) adalah pengerjaan logging yang dilakukan bersamaan pada saat membor
Berdasarkan Boggs (2006), data log yang sering digunakan
secara umum
adalah :
1.
Electric Log
merupakan data log yang berisi sifat kelistrikan dari batuan.
2.
Gamma Ray Log merupakan data log yang berisi
radiasi gamma alami pada batuan.
Log gamma ray itu
adalah salah satu jenis data log sumur yang isi datanya adalah rekaman jumlah
material radioaktif yang berukuran sangat kecil yang ada dalam suatu lapisan
batuan/formasi dalam lubang bor.
dalam
kegiatan logging, dikenal alat yang namanya "Gamma Ray Scintillator
Detector" .alat tadi itu menangkap sinar radioaktif yang dipancarkan oleh
unsur Potasium (K), Thorium (Th) dan Uranium (U) secara bersamaan dengan besar
spektrum berkisar antara 0 hingga 3 MeV.
Cara
pengambilan data
Buat apa sih Log
Gamma Ray itu ?
u Dalam
kegiatan evaluasi formasi, nilai yang terbaca sebagai log gamma ray ini
digunakan sebagai 'alat' untuk menginterpretasikan jenis litologi sepanjang
lubang bor.
u Sinar
gamma sangat efektif dalam membedakan lapisan permeable dan non permeable
karena unsur-unsur radioaktif cenderung berpusat di dalam serpih yang non
permeable dan tidak banyak terdapat dalam batuan karbonat atau pasir yang
secara umum bersifat permeable.
3.
Sonic Log merupakan data
log yang berisi
variasi kecepatan suara
saat menembus batuan.
4.
Formation
Density Log merupakan data
log yang berisi
porositas, litologi,
geokimia, serta magnetisme
batuan. Tipe data log,
sifat yang diukur, satuan
interpretasi geologi secara
lebih detail dideskripsikan oleh Catuneanu (2006) pada Gambar 1.
Gambar 1. Deskripsi tipe data log, sifat yang
diukur, satuan, dan interpretasi gelogi
(Catuneanu,
2006)
u Interpretasi Data Log
Interpretasi data
log dilakukan dengan
korelasi data log
dan data bor (Boggs,
2006; Catuneanu, 2006;
Van Wagoner et
al., 1990). Jika
korelasi sudah didapatkan maka
data geofisika pada area sekitar lubang bor bisa diinterpretasi berdasarkan data
bor yang ada
dengan tingkat kesalahan
yang bisa ditolerir. Contoh korelasi adalah saat
pengeboran diperoleh lapisan air asin dan data log pada lapisan
tersebut menunjukkan nilai resistivitas yang rendah,
pada sekitar lubang bor tersebut
berdasarkan pengukuran geofisika
diperoleh lapisan yang memiliki nilai resistivitas yang rendah
pada kedalamanyang sama maka lapisan tersebut
bisa diinterpretasi sebagai
lapisan air asin
(Boggs, 2006).
Contoh
lain dari interpretasi data
log adalah pada
sumur diperoleh bahwa
pasir memiliki gamma ray
yang rendah, sedangkan
lempung memiliki gamma
ray yang tinggi, pengukuran geofisika
pada area disekeliling
sumur menunjukkan nilai
gamma ray yang rendah
sehingga bisa diinterpretasi bahwa
daerah tersebut tersusun oleh material pasir (Middleton,
2003).
u Parameter Analisis Stratigrafi Data Log
1.
Stacking
pattern
Stacking patternatau disebut juga
sebagai arsitektur merupakan susunan spasial
dari komponen individual
pada sekumpulan massa
batuan di suatu kompleks massa
batuan (Miall, 1985;
dalam Middleton, 2003).
Siklus dari stacking pattern merupakan produk
dari perubahan sistematis
rasio accomodation spacedan suplai sedimen (Van Wagoner et al., 1990;
Sonnenfeld & Cross, 1993; Sonnenfeld, 1996; dalam Middleton, 2003).
Pada dasarnya terdapat tiga
macam stacking pattern(Van Wagoner et
al., 1990; dalam Middleton,
2003) yaitu progradasi,
retrogradasi, dan agradasi (Gambar 3).
Progradasi adalah stacking
pattern yang terbentuk saat accomodation space <
dari suplai sedimen.
Retrogradasi merupakan stacking pattern yang terbentuk
saat accomodation space >
suplai sedimen. Agradasi adalah stacking
pattern yang terbentuk saat
accomodation space = suplai sedimen.
2.
Flooding Surface, Maximum Flooding Surface, dan
Sequence Boundary
Flooding surface
adalah lapisan yang menggambarkan terjadinya peningkatan accomodation spacesecara tiba-tiba dengan
terjadinya genang laut (Boggs, 2006; Middleton,
2003).
Flooding surface
dicirikan dengan banyaknya kandungan lempung,
berkurangnya kandungan debu,
banyak fauna laut
dalam dan nutrien organik
(Middleton, 2003). Flooding
surface yang berurutan membentuk batas yang disebut
parasequence(Van Wagoner, 1985; Van Wagoner et al., 1988; dalam Van
Wagoner et al., 1990; Middleton, 2003).
Flooding surface dengan lapisan yang
paling tebal dari
serangkaian flooding surface
yang ada disebut sebagai maximum flooding surface(Middleton,
2003). Maximum flooding surface
menunjukkan kondisi genang
laut tertinggi yang
dicirikan dengan endapan tegal
dari sekuen yang
padat (Selley, 2000).
Sequence
boundary merupakan lapisan yang menggambarkan terjadinya
pengurangan accomodation spacesecara
tiba-tiba dengan terjadinya surut laut (Middleton, 2003). Sequence boundary dicirikan
oleh lapisan subaerial
unconformity yaitu material berbutir lebih kasar
misalnya pasir dan
debu pasiran yang
mengendap diatas lapisan berbutir halus atau lempung
(Middleton, 2003).
3. System tracts
System tracts merupakan unit
stratigrafi genetis yang menggabungkan
strata yang terdeposisi
dalam suatu sistem
sedimen dispersal yang
serempak. Sistem sedimen dispersal
merupakan sistem yang
menggambarkan bagaimana
sedimen terdistribusi dalam
basin berada dalam
kondisi stabil selama proses sedimentasi beralngsung.
Sistem tracts dibatasi
oleh stacking pattern
yang spesifik, berkaitan erat
dengan perubahan garis
pantai, dan respon
sedimen akibat interaksi antara
suplai sedimen, fisiografi,
energi pengendapan, dan perubahan accomodation space (Catuneanu,
2006).
System
tracts terbagi menjadi empat yaitu
1. low
stand(sedimen terdeposisi pada
kondisi surut laut
hingga awal genang
laut mulai terjadi),
2. transgressive(sedimen terdeposisi
saat proses genang
laut terjadi),
3. high
stand (sedimen terdeposisi pada kondisi genang laut), dan
4. shelf-margin
systems tracts(sedimen terdeposisi saat terjadi proses surut laut) (Vail, 1987; Vail, 1988; Posamentier et al.,
1988; dalam Catuneanu,
2006; Boggs, 2006).
System tracts tersebut didefinisikan berdasarkan
fluktuasi eustasi. Saat
faktor tektonika dipertimbangkan
bersama dengan faktor
fluktuasi eustasi (dua
faktor tersebut mencerminkan perubahan
relatif muka air
laut), system tracts didefinisikan menjadi dua tipe yaitu
tipe 1 dan tipe 2 (Catuneanu,2006).
Tipe 1 menunjukkan sekuen yang
tersusun oleh lowstand-transgressive-highstand sedangkan
tipe 2 menunjukkan sekuen yang
tersusun oleh kombinasi shelf-margin-transgressivehighstand (Catuneanu,
2006). Tipe 1
terbentuk saat kecepatan
surut laut > kecepatan subsidensi
pada tepi paparan
(shelf edge). Tipe
2 terbentuk saat kecepatan surut laut < kecepatan
subsidensi pada tepi paparan (shelf edge).
Gambar 5.Tipe system tract dengan
mempertimbangkan fluktuasi esutasi
dan tektonika (Catuneanu, 2006)
Reservoar
Potensial
Potensi batuan
terdapatnya lapisan yang
menjadi reservoar pada
suatu stratigrafi ditinjau dari dua aspek yaitu aspek hidrogeologi dan
aspek petroleum. Kedua aspek tersebut
melihat prospek sumberdaya
geologi dalam sudut pandang
yang berbeda walaupun
kedua aspek tersebut
memiliki kriteria yang sama
tentang reservoar yang
baik (Selley, 2000).
Kriteria lapisan
batuan yang merupakan reservoar
yang potensial dari
sudut pandang hidrogeologi
dan petroleum adalah lapisan porus
dan permabel atau
memiliki porositas da n permeabilitas yang tinggi (Bjørlykke,
2010; Fetter,2001; Hiscock, 2005). Kedua sudut pandang tersebut berbeda
saat berkaitan dengan proses
pengisian fluida dalam lapisan batuan
tersebut.
Berdasarkan sudut
pandang hidrogeologi, sumber
airtanah dapat terbentuk saat
dibawah lapisan yang
porus dan permeabel
terdapat suatu lapisan
impermeabel (impervious rock) yang menahan airagar tidak mengalami
perkolasi (Fetter, 2001;
Hiscock, 2005; Selley,
2000). Menurut pandangan petroleum, sumber
petroleum dapat terbentuk
saat diatas lapisan
yang porus dan permeabel
terdapat suatu lapisan
impermeabel (cap rock/seal rock)
yang menahan petroleum agar
terjebak dan terakumulasi
serta tidak lepas
ke permukaan (Bjørlykke, 2010; Selley, 2000).
Stacking pattern yang menunjukkan
progradasi merupakan reservoar
yang potensial bagi
petroleum karena mengakomodir terbentuknya
cap rock, sedangkan
stacking pattern yang retrogradasi merupakan
reservoar potensial bagi
airtanah karena mengakomodir
terbentuknya impervious rock (Selley, 2000).
u Korelasi Data Log
Korelasi adalah sebuah
bagian fundamental dari stratigrafi,
Korelasi ialah penghubungan
titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan satuan-satuan stratigrafi dengan
mempertimbangkan kesamaan waktu (Sandi Startigrafi Indonesia, 1996).
Menurut
North American Stratigrafi Code (1983) ada tiga macam prinsip dari korelasi:
1.
Lithokorelasi, yang menghubungkan unit yang sama lithologi dan posisi
stratigrafinya.
2.
Biokorelasi, yang secara cepat menyamakan fosil dan posisi biostratigrafinya.
3.
Kronokorelasi, yang secara cepat menyesuaikan umur dan posisi kronostratigrafi.
Korelasi Dengan Instrumen
Well Logs
u Log adalah suatu terminologi yang secara original
mengacu pada hubungan nilai dengan kedalaman, yang diambil dari pengamatan
kembali (mudlog). Sekarang itu diambil sebagai suatu pernyataan untuk
semua pengukuran kedalam lubang sumur (Mastoadji, 2007).
u Secara prinsip pengunaan dari well logs adalah
untuk:
1. Penentuan lithology
2. Korelasi stratigrafi
3. Evaluasi fluida dalam formasi
4. Penentuan porositas
5. Korelasi dengan data seismic
6. Lokasi dari faults and fractures
7. Penentuan dip dari strata
Syarat
untuk dapat dilakukannya korelasi well logs antara lain adalah :
1.
Deepest
2.
Thickest
3. Sedikit
gangguan struktur (unfaulted)
4. Minimal
ada 2 data well log pada daerah pengamatan
u Sequence Boundary (SB) merupakan batas atas dan bawah satuan sikuen
stratigrafi adalah bidang ketidak selarasan atau bidang-bidang keselarasan
padanannya (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
u Maximum flooding surface teridentifikasi oleh adanya maximum landward onlap
dari lapiasan marine pada batas basin dan mencerminkan kenaikan maksimum secara
relatif dari sea level (Armentout, 1991).
u Untuk sikeun stratigrafi, biasanya dipakai Sequence
Boundary (SB) dan Maximum Flooding Surface (MSF) untuk korelasi. Hal ini
dikarenakan pelamparan SB dan MSF yang luas. Sequence Boundary (SB) dan Maximum
Flooding Surface (MFS) ini menandakan suatu proses perubahan muka air laut
yang terjadi secara global.
u Sehingga Sequence Boundary (SB) dan Maximum
Flooding Surface (MFS) ini sering digunakan untuk korelasi antar sumur.
Dari data Well logs, adanya Sequence Boundary (SB) biasanya ditandai
dengan adanya perubahan secara tiba-tiba dari Coarsening Upward menjadi Fineing
Upward atau sebalikknya. Sedangkan Maximum Flooding Surface (MFS) dari
data log ditunjukkan dari adanya akumulasi shale yang banyak, dan MSF merupakan
amplitude dari log yang daerah shale.